Prof. Dr. Ir. Wakhid Ahmad Jauhari, S.T., M.T.
Judul Buku : Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Ir. Wakhid Ahmad Jauhari, S.T., M.T., "STRATEGI HYBRID PRODUCTION DALAM PENGELOLAAN PERSEDIAAN TERINTEGRASI PADA SISTEM SUPPLY CHAIN YANG BERKELANJUTAN" (preorder)
Author : Prof. Dr. Ir. Wakhid Ahmad Jauhari, S.T., M.T.
Publisher : UNS Press
Bulan / Tahun Terbit : Agustus / 2025
Panjang x Lebar Buku : 14,8 x 21 cm
Kertas : Digital (PDF)
ABSTRACT SINGKAT :
Pengelolaan persediaan pada supply chain suatu industri merupakan salah satu faktor kunci untuk memenangkan persaingan. Di dalam sistem supply chain, misalnya supply chain pada industri otomotif, persediaan disimpan dalam bentuk bahan baku, komponen dan produk akhir yang tersebar di sepanjang jaringan, mulai dari supplier bahan baku sampai dengan distributor (dealer) mobil. Nilai persediaan dalam industri ini dapat mencapai rata-rata 25% dari total asset yang dimiliki perusahaan. Kebijakan persediaan dalam supply chain dapat mencakup: penentuan berapa banyak produk yang harus disimpan, berapa produk yang harus dipesan, berapa produk yang harus dikirim dan berapa banyak produk yang harus diproduksi. Penentuan kebijakan ini tidak mudah, karena supply chain menghadapi beberapa tantangan, diantaranya ketidakpastian supply produk, ketidakpastian permintaan, motif ekonomi dan tekanan dampak lingkungan. Kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menekan jumlah emisi karbon yang dihasilkan menjadi tantangan tersendiri bagi industri. Indonesia telah menerapkan kebijakan ini pada tahun 2021 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Bursa perdagangan karbon sebagai salah satu bentuk pasar karbon yang disebutkan dalam undang undang tersebut telah diluncurkan pada 26 September 2023 oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui sebuah platform yang bernama IDX Carbon (Indonesia Carbon Exchange). Industri berusaha keras untuk memformulasikan strategi yang tepat untuk mengurangi emisi. Salah satu strategi yang dapat dipilih adalah dengan mengadopsi teknologi hijau ke dalam fasilitas produksi. Adopsi teknologi hijau ke dalam proses produksi tentu tidak mudah dilakukan karena memerlukan investasi yang besar. Salah satu solusi bagi permasalahan tersebut adalah penerapan strategi hybrid production. Strategi hybrid production adalah strategi yang digunakan untuk mengkolaborasikan atau mensinkronisasikan operasi pada fasilitas produksi reguler/konvensional dan operasi pada fasilitas produksi hijau pada sistem produksi. Fasilitas produksi hijau menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan fasilitas produksi regular. Namun demikian, fasilitas produksi hijau umumnya memerlukan biaya yang lebih tinggi dalam operasinya. Penerapan strategi hybrid production dapat dilakukan melalui upaya penyesuaian kecepatan produksi pada kedua fasilitas produksi. Kecepatan produksi pada kedua fasilitas harus dapat diatur secara fleksibel sesuai dengan alokasi produksi optimal. Penentuan alokasi produksi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa elemen penting dalam sistem, seperti tingkat produksi, level persediaan, biaya operasi dan faktor emisi. Selain untuk menentukan kecepatan produksi, alokasi produksi ini juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya biaya investasi teknologi hijau yang harus ditanggung oleh perusahaan. Pada strategi ini, proses adopsi teknologi hijau ke dalam sistem produksi tidak dilakukan secara sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap sesuai ketersediaan budjed investasi hijau. Strategi ini secara efektif dapat menyeimbangkan peran kedua fasilitas dalam upaya untuk mengendalikan jumlah produk cacat dan jumlah emisi yang dihasilkan. Peningkatan tingkat adopsi teknologi hijau juga berpengaruh signifikan terhadap peningkatan harga jual produk. Studi ini juga menunjukkan bahwa pengendalian tingkat investasi teknologi hijau dan indeks sirkularitas sangat penting untuk mengelola supply chain. Penentuan indeks sirkularitas dari produk perlu diperhatikan dengan cermat karena nilainya akan sangat berpengaruh terhadap harga jual produk. Nilai sirkularitas yang tinggi memberikan keuntungan kepada pemanufaktur berupa ketersediaan bahan baku yang tinggi sehingga dapat menekan biaya bahan baku. Selanjutnya, penentuan jumlah generasi remanufaktur yang optimal diperlukan untuk mengendalikan total biaya pembuangan limbah dan total emisi.
Author : Prof. Dr. Ir. Wakhid Ahmad Jauhari, S.T., M.T.
Publisher : UNS Press
Bulan / Tahun Terbit : Agustus / 2025
Panjang x Lebar Buku : 14,8 x 21 cm
Kertas : Digital (PDF)
ABSTRACT SINGKAT :
Pengelolaan persediaan pada supply chain suatu industri merupakan salah satu faktor kunci untuk memenangkan persaingan. Di dalam sistem supply chain, misalnya supply chain pada industri otomotif, persediaan disimpan dalam bentuk bahan baku, komponen dan produk akhir yang tersebar di sepanjang jaringan, mulai dari supplier bahan baku sampai dengan distributor (dealer) mobil. Nilai persediaan dalam industri ini dapat mencapai rata-rata 25% dari total asset yang dimiliki perusahaan. Kebijakan persediaan dalam supply chain dapat mencakup: penentuan berapa banyak produk yang harus disimpan, berapa produk yang harus dipesan, berapa produk yang harus dikirim dan berapa banyak produk yang harus diproduksi. Penentuan kebijakan ini tidak mudah, karena supply chain menghadapi beberapa tantangan, diantaranya ketidakpastian supply produk, ketidakpastian permintaan, motif ekonomi dan tekanan dampak lingkungan. Kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk menekan jumlah emisi karbon yang dihasilkan menjadi tantangan tersendiri bagi industri. Indonesia telah menerapkan kebijakan ini pada tahun 2021 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Bursa perdagangan karbon sebagai salah satu bentuk pasar karbon yang disebutkan dalam undang undang tersebut telah diluncurkan pada 26 September 2023 oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui sebuah platform yang bernama IDX Carbon (Indonesia Carbon Exchange). Industri berusaha keras untuk memformulasikan strategi yang tepat untuk mengurangi emisi. Salah satu strategi yang dapat dipilih adalah dengan mengadopsi teknologi hijau ke dalam fasilitas produksi. Adopsi teknologi hijau ke dalam proses produksi tentu tidak mudah dilakukan karena memerlukan investasi yang besar. Salah satu solusi bagi permasalahan tersebut adalah penerapan strategi hybrid production. Strategi hybrid production adalah strategi yang digunakan untuk mengkolaborasikan atau mensinkronisasikan operasi pada fasilitas produksi reguler/konvensional dan operasi pada fasilitas produksi hijau pada sistem produksi. Fasilitas produksi hijau menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan dengan fasilitas produksi regular. Namun demikian, fasilitas produksi hijau umumnya memerlukan biaya yang lebih tinggi dalam operasinya. Penerapan strategi hybrid production dapat dilakukan melalui upaya penyesuaian kecepatan produksi pada kedua fasilitas produksi. Kecepatan produksi pada kedua fasilitas harus dapat diatur secara fleksibel sesuai dengan alokasi produksi optimal. Penentuan alokasi produksi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa elemen penting dalam sistem, seperti tingkat produksi, level persediaan, biaya operasi dan faktor emisi. Selain untuk menentukan kecepatan produksi, alokasi produksi ini juga dapat digunakan untuk menentukan besarnya biaya investasi teknologi hijau yang harus ditanggung oleh perusahaan. Pada strategi ini, proses adopsi teknologi hijau ke dalam sistem produksi tidak dilakukan secara sekaligus, tetapi dilakukan secara bertahap sesuai ketersediaan budjed investasi hijau. Strategi ini secara efektif dapat menyeimbangkan peran kedua fasilitas dalam upaya untuk mengendalikan jumlah produk cacat dan jumlah emisi yang dihasilkan. Peningkatan tingkat adopsi teknologi hijau juga berpengaruh signifikan terhadap peningkatan harga jual produk. Studi ini juga menunjukkan bahwa pengendalian tingkat investasi teknologi hijau dan indeks sirkularitas sangat penting untuk mengelola supply chain. Penentuan indeks sirkularitas dari produk perlu diperhatikan dengan cermat karena nilainya akan sangat berpengaruh terhadap harga jual produk. Nilai sirkularitas yang tinggi memberikan keuntungan kepada pemanufaktur berupa ketersediaan bahan baku yang tinggi sehingga dapat menekan biaya bahan baku. Selanjutnya, penentuan jumlah generasi remanufaktur yang optimal diperlukan untuk mengendalikan total biaya pembuangan limbah dan total emisi.