Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd.
Judul Buku : Pidato Pengukuhan Prof. Dr. Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd., "PENGEMBANGAN WELL-BEING CURRICULUM DAN LINGKUNGAN PEMBELAJARAN UNTUK MENCEGAH BURNOUT PADA MAHASISWA KEDOKTERAN" (preorder)
Author : Prof. Dr. Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd.
Publisher : UNS Press
Bulan / Tahun Terbit : Agustus / 2025
Panjang x Lebar Buku : 14,8 x 21 cm
Kertas : Digital (PDF)
ABSTRACT SINGKAT :
Burnout merupakan sindrom yang terjadi karena stress di tempat kerja atau tempat pendidikan yang tidak berhasil dikelola oleh seorang individu, dan terjadi secara kronis. Angka kejadian burnout pada Mahasiswa Kedokteran cukup tinggi, paling tidak 50% mahasiswa Kedokteran pernah mengalami burnout. Prevalensi burnout di seluruh dunia kurang lebih 44%. Penyebab terjadinya burnout adalah jadwal ketat, beban kerja berat, pendidikan yang lama, lingkungan akademik yang tidak mendukung, kurangnya motivasi internal, kurangnya keseimbangan hidup, kurang istirahat/ kurang tidur, kurangnya dukungan sosial, keterbatasan akses pada sumber belajar misalnya karena masalah ekonomi, impostor sindrom, tuntutan orang tua yang terlalu tinggi. Burnout pada mahasiswa Kedokteran dapat mengakibatkan ketidakprofesionalan, buruknya kualitas perawatan pasien, kesalahan medis, keinginan bunuh diri, dan putus sekolah, serta menjadi faktor penyalahgunaan zat dan kesulitan hubungan. Burnout dapat menyebabkan depresi, dan menjadi salah satu pencetus kuat keinginan mahasiswa untuk bunuh diri. Burnout yang tidak teratasi selama menjadi mahasiswa Kedokteran dapat berlanjut saat menjadi dokter. Burnout dapat dicegah dengan meningkatkan dukungan sosial, humanisme dan motivasi mahasiswa. Strategi yang dilakukan antara lain mempromosikan gaya hidup sehat dan aktifitas sosial, penyediaan dukungan secara psikologis, dan mata kuliah tentang teknik relaksasi pembelajaran. Dengan semakin meningkatnya kejadian burnout pada mahasiswa maka perlu dikembangkan kurikulum dan lingkungan pembelajaran yang memperhatikan kesejahteraan mahasiswa Kedokteran (well-being curriculum). Kurikulum ini biasanya menggunakan konsep inti berupa penguatan ketrampilan untuk mengatasi trauma dengan intervensi, misalnya dengan pelatihan mindfulness, penguatan resiliensi dan dukungan sosial. Pengaturan jadwal pada pendidikan profesi perlu memperhatikan waktu, sehingga memungkinkan mahasiswa untuk tetap mendapatkan waktu tidur yang cukup dan berolahraga. Salah satu straegi, dalam kurikulum dapat menyediakan kegiatan pembelajaran yang asinkron. Sarana prasarana sebagai bagian dari lingkungan pembelajaran juga harus mendukung, misalnya sarana prasarana belajar dan sarana prasana untuk relaksasi, misalnya fasilitas untuk olahraga atau seni. Selain itu Institusi pendidikan juga harus memfasiltasi mahasiswa pada akses makanan sehat dan menyediakan pelayanan kesehatan mental secara gratis yang terjamin kerahasiaannya. Dosen dapat didorong menjadi sosok yang dapat berperan sebagai role model dan terbuka untuk diskusi tentang perilaku menjaga diri sendiri. Bagi para pendidik Kedokteran, semboyan dari Ki Hajar Dewantara “Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” perlu kita terapkan dalam mendampingi mahasiswa kita supaya tidak mengalami burnout. Seorang pendidik yang baik adalah pendidik yang di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberikan dorongan.
Author : Prof. Dr. Eti Poncorini Pamungkasari, dr., M.Pd.
Publisher : UNS Press
Bulan / Tahun Terbit : Agustus / 2025
Panjang x Lebar Buku : 14,8 x 21 cm
Kertas : Digital (PDF)
ABSTRACT SINGKAT :
Burnout merupakan sindrom yang terjadi karena stress di tempat kerja atau tempat pendidikan yang tidak berhasil dikelola oleh seorang individu, dan terjadi secara kronis. Angka kejadian burnout pada Mahasiswa Kedokteran cukup tinggi, paling tidak 50% mahasiswa Kedokteran pernah mengalami burnout. Prevalensi burnout di seluruh dunia kurang lebih 44%. Penyebab terjadinya burnout adalah jadwal ketat, beban kerja berat, pendidikan yang lama, lingkungan akademik yang tidak mendukung, kurangnya motivasi internal, kurangnya keseimbangan hidup, kurang istirahat/ kurang tidur, kurangnya dukungan sosial, keterbatasan akses pada sumber belajar misalnya karena masalah ekonomi, impostor sindrom, tuntutan orang tua yang terlalu tinggi. Burnout pada mahasiswa Kedokteran dapat mengakibatkan ketidakprofesionalan, buruknya kualitas perawatan pasien, kesalahan medis, keinginan bunuh diri, dan putus sekolah, serta menjadi faktor penyalahgunaan zat dan kesulitan hubungan. Burnout dapat menyebabkan depresi, dan menjadi salah satu pencetus kuat keinginan mahasiswa untuk bunuh diri. Burnout yang tidak teratasi selama menjadi mahasiswa Kedokteran dapat berlanjut saat menjadi dokter. Burnout dapat dicegah dengan meningkatkan dukungan sosial, humanisme dan motivasi mahasiswa. Strategi yang dilakukan antara lain mempromosikan gaya hidup sehat dan aktifitas sosial, penyediaan dukungan secara psikologis, dan mata kuliah tentang teknik relaksasi pembelajaran. Dengan semakin meningkatnya kejadian burnout pada mahasiswa maka perlu dikembangkan kurikulum dan lingkungan pembelajaran yang memperhatikan kesejahteraan mahasiswa Kedokteran (well-being curriculum). Kurikulum ini biasanya menggunakan konsep inti berupa penguatan ketrampilan untuk mengatasi trauma dengan intervensi, misalnya dengan pelatihan mindfulness, penguatan resiliensi dan dukungan sosial. Pengaturan jadwal pada pendidikan profesi perlu memperhatikan waktu, sehingga memungkinkan mahasiswa untuk tetap mendapatkan waktu tidur yang cukup dan berolahraga. Salah satu straegi, dalam kurikulum dapat menyediakan kegiatan pembelajaran yang asinkron. Sarana prasarana sebagai bagian dari lingkungan pembelajaran juga harus mendukung, misalnya sarana prasarana belajar dan sarana prasana untuk relaksasi, misalnya fasilitas untuk olahraga atau seni. Selain itu Institusi pendidikan juga harus memfasiltasi mahasiswa pada akses makanan sehat dan menyediakan pelayanan kesehatan mental secara gratis yang terjamin kerahasiaannya. Dosen dapat didorong menjadi sosok yang dapat berperan sebagai role model dan terbuka untuk diskusi tentang perilaku menjaga diri sendiri. Bagi para pendidik Kedokteran, semboyan dari Ki Hajar Dewantara “Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” perlu kita terapkan dalam mendampingi mahasiswa kita supaya tidak mengalami burnout. Seorang pendidik yang baik adalah pendidik yang di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberikan dorongan.