Paremiologi Peribahasa Jawa dalam Upacara Adat (Kajian Etnolinguistik) (preorder)
Author : Wakit A. Rais & Widodo Aribowo
Publisher : UNS Press
Harga : Rp 0
ISBN : -
Bulan / Tahun Terbit : April / 2025
Jumlah Halaman : 130 halaman
Panjang x Lebar Buku : 16 x 25 cm
Kertas : HVS (70 gsm)

Gambar Produk Gambar Produk
Judul Buku : Paremiologi Peribahasa Jawa dalam Upacara Adat (Kajian Etnolinguistik) (preorder)
Author : Wakit A. Rais & Widodo Aribowo
Publisher : UNS Press
Harga : Rp 0
ISBN : -
Bulan / Tahun Terbit : April / 2025
Jumlah Halaman : 130 halaman
Panjang x Lebar Buku : 16 x 25 cm
Kertas : HVS (70 gsm)
Sinopsis :
Buku berjudul Paremiologi Bahasa Jawa dalam Upacara Adat Kajian Etnolinguistik ini merupakan rintisan baru bagi penelitian-penelitian terhadap khazanah peribahasa Jawa. Sesui etimologinya, paremiology berasal dari kata Yunani paroimia yang artinya peribahasa atau pepatah, Paremiologi merupakan kajian terhadap peribahasa. Paremiologi dalam tradisi Barat biasanya disanidngkan dengan Paremiografi. Paremiografi berarti bentuk-bentuk atau album atau kumpulan terorganisir beberapa atau banyak peribahasa. Paremiologi adalah “kehidupan sosial” satu atau lebih peribahasa. Peribahasa yang memiliki kehidupan sosial ditunjukkan oleh buku ini, mengambil contoh peristiwa upacara adat Jawa. Berbagai bentuk peribahasa berbahasa Jawa banyak muncul dalam upacara adat Jawa, terutama kreasi peribahasa berdasarkan peribahasa yang telah ada. Dapat dicontohkan munculnya peribahasa ‘winengku tirtaning kawicaksanan’ (dibingkai oleh air kebijaksanaan) tentu kita lihat sebagai peribahasa baru. Sebelumnya telah peribahasa seperti ini, contohnya ‘winengku sagunging pakurmatan’(dibingkai oleh begitu banyak kehormatan) sebagai bahasa ragam indah untuk kata ‘yang terhormat’. Tetapi winengku tirtaning kawicaksanaan sejatinya juga membingungkan karena agak sulit membayangkan ada orang yang dibingkai oleh air, dan air tersebut muncul dari sifat bijaksana. Akan tetapi detail peribahasa tersebut pada suatu kala tidak terasa penting benar karena umumnya para audiens upacara adat sudah mengerti bahwa yang dimaksud pembawa acara adalah ‘... yang terhormat ...’. Terjadilah perebutan peran penting antara bunyi bahasa dan konteks. Buku ini disusun sebagai laporan atas penelitian kami terhadap kehidupan sosial peribahasa, di mana munculnya kreasi bahasa Jawa mungkin disertai perasaan kagum, heran, gembira, sedih, sejuk, atau perasaan biasa saja. Di sisi lain, tumbuh suburnya kreasi peribahasa tersebut terasa sangat menggembirakan dan menyejukkan. Adapun buku ini bermaksud berbagi cerita bahwa peribahasa kita memiliki orientasi yang lebih lengkap dibanding di belahan dunia lain. Setidaknya ada empat orientasi bahasa yaitu ideologi, instrumentasi, kognitif, dan ekspresi. Skema pembahasan Paremiologi dan paremiografi dipandang sesuai dengan semua orientasi tersebut. Sayangnya, Paremiologi dan Paremiografi di sini menjadi pendekatan yang seolah-olah baru karena bidang ini tidak begitu berkembang. Akhirul kalam, jika paremiografi lebih berkenaan dengan pengumpulan kekayaan peribahasa, maka paremiologi lebih bertumpu pada pertanyaan terkait definisi, bentuk, struktur, gaya, isi, fungsi, makna, dan nilai