Ulama dalam Pusaran Politik : Eksperimentasi Politik Ulama NU Solo Raya dari Masa Orde Baru Samapai Awal Reformasi (preorder)
Judul Buku : Ulama dalam Pusaran Politik : Eksperimentasi Politik Ulama NU Solo Raya dari Masa Orde Baru Samapai Awal Reformasi (preorder)
Author : M. Bagus Sekar Alam
Publisher : UNS Press
Harga : Rp 0
ISBN : 978-602-397-848-9 & 978-602-397-849-6 (PDF)
Bulan / Tahun Terbit : Juni / 2023
Jumlah Halaman : 259 halaman
Panjang x Lebar Buku : 16 x 25 cm
Kertas : HVS 60 gsm & PDF (Digital)
Sinopsis :
Membaca sikap dan prilaku politik ulama NU secara komprehensip perlu difahami terlebih dahulu pandangan dan prinsip-prinsip keagamaan yang selama ini menjadi dasar pijakan dalam berpolitik. Pandangan dan sikap politik ulama NU umumnya mengikuti pemikiran dan pendapat ulama Sunni abad pertengahan. Seperti pemikiran politik dari imam al-Mawardi, al-Ghozali, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Kholdun. Karena itu, berpolitik praktis dalam pandangan ulama NU tidak sekedar usaha mendapatkan kekuasaan di pemerintahan, tetapi juga memperjuangkan aspek-aspek keagamaan di dalam pengelolaan negara. Khususnya mengawal peraturan dikeluarkan pemerintah agar tidak menyalahi hukum agama. Nalar politik di atas terlihat implementasinya ketika ulama NU di wilayah Solo Raya di bawah rezim otoriter Orde Baru. Orde Baru merupakan rezim yang mengedepankan tertib politik demi keberhasilan pembangunan. Dampaknya negara menjadi represif dan mengontrol ketat kehidupan politik arus bawah. Karena itu eksperimentasi politik yang dipraktikkan ulama NU menghadapi tindakan represif Orde Baru menggunakan cara-cara moderat, toleran dan mendahulukan prinsip mashlahat. Masa transisi pasca jatuhnya rezim Orde Baru membuka kesempatan ulama NU kembali di panggung politik kepartaian. Kemunculan PKB yang kelahirannya dibidani ulama PBNU dijadikan sarana eksperimentasi politik ulama NU meraih kekuasaan di pemerintahan. Namun hal menarik pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 tidak semua ulama NU di wilayah Solo Raya satu barisan mendukung PKB. Hal ini memperlihatkan bahwa otoritas personal yang dimiliki ulama NU dalam menentukan afiliasi politiknya tidak lagi mendasarkan arah kebijakan organisasi. Reaktualisasi khittah NU 1984 menjadi penting kedudukannya. Fakta ini dapat dilihat perbedaan afiliasi partai politik di Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 hal lumrah terjadi di kalangan ulama NU. Dengan kata lain, berpolitik bagi ulama NU tidak lagi berangkat dari kepartaian menjadi kerja sosio-kultural dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkualitas (mabadi' khoiro ummah).
Author : M. Bagus Sekar Alam
Publisher : UNS Press
Harga : Rp 0
ISBN : 978-602-397-848-9 & 978-602-397-849-6 (PDF)
Bulan / Tahun Terbit : Juni / 2023
Jumlah Halaman : 259 halaman
Panjang x Lebar Buku : 16 x 25 cm
Kertas : HVS 60 gsm & PDF (Digital)
Sinopsis :
Membaca sikap dan prilaku politik ulama NU secara komprehensip perlu difahami terlebih dahulu pandangan dan prinsip-prinsip keagamaan yang selama ini menjadi dasar pijakan dalam berpolitik. Pandangan dan sikap politik ulama NU umumnya mengikuti pemikiran dan pendapat ulama Sunni abad pertengahan. Seperti pemikiran politik dari imam al-Mawardi, al-Ghozali, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Kholdun. Karena itu, berpolitik praktis dalam pandangan ulama NU tidak sekedar usaha mendapatkan kekuasaan di pemerintahan, tetapi juga memperjuangkan aspek-aspek keagamaan di dalam pengelolaan negara. Khususnya mengawal peraturan dikeluarkan pemerintah agar tidak menyalahi hukum agama. Nalar politik di atas terlihat implementasinya ketika ulama NU di wilayah Solo Raya di bawah rezim otoriter Orde Baru. Orde Baru merupakan rezim yang mengedepankan tertib politik demi keberhasilan pembangunan. Dampaknya negara menjadi represif dan mengontrol ketat kehidupan politik arus bawah. Karena itu eksperimentasi politik yang dipraktikkan ulama NU menghadapi tindakan represif Orde Baru menggunakan cara-cara moderat, toleran dan mendahulukan prinsip mashlahat. Masa transisi pasca jatuhnya rezim Orde Baru membuka kesempatan ulama NU kembali di panggung politik kepartaian. Kemunculan PKB yang kelahirannya dibidani ulama PBNU dijadikan sarana eksperimentasi politik ulama NU meraih kekuasaan di pemerintahan. Namun hal menarik pada Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 tidak semua ulama NU di wilayah Solo Raya satu barisan mendukung PKB. Hal ini memperlihatkan bahwa otoritas personal yang dimiliki ulama NU dalam menentukan afiliasi politiknya tidak lagi mendasarkan arah kebijakan organisasi. Reaktualisasi khittah NU 1984 menjadi penting kedudukannya. Fakta ini dapat dilihat perbedaan afiliasi partai politik di Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 hal lumrah terjadi di kalangan ulama NU. Dengan kata lain, berpolitik bagi ulama NU tidak lagi berangkat dari kepartaian menjadi kerja sosio-kultural dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkualitas (mabadi' khoiro ummah).