NANO POWER DIPLOMACY Migrasi Diplomasi Platform Offline to Platform Online
Judul Buku : NANO POWER DIPLOMACY
Migrasi Diplomasi Platform Offline to Platform Online
Author : Andrik Purwasito
Publisher : UNS Press
Harga :
ISBN : 978-602-397-714-7
Bulan / Tahun Terbit : November / 2022
Jumlah Halaman : 83 halaman
Panjang x Lebar Buku : 16 x 25 cm
Kertas : HVS 70 gsm
Sinopsis :
Buku ini merupakan luaran hasil penelitian tahun 2022 berjudul Nano Power Diplomacy: Migrasi Diplomasi Platform offline to Platform online. Buku tersebut merupakan kelanjutan dari seri pertama, berjudul Nano Power Diplomacy: The Study about NonState Actors. Latar belakang kedua buku tersebut hadir di tengah-tengah anda antara lain didorong oleh adanya pandemi covid-19 yang mendunia, yang secara radikal mampu mengubah pola komunikasi dan hubungan internasional di seluruh dunia. Bidang yang langsung terkena dampak pandemic adalah pola hubungan dan proses diplomasi dunia. Artinya, pandemi Covid-19 telah memaksa aktor hubungan internasional mengubah orientasi dan pola komunikasi serta relasinya dari on site to on line. Hal tersebut disebabkan oleh solusi dan kebijakan jarak social wajib dipatuhi. Pada saat itulah, aktor diplomasi beralih menggunakan internet dan teknologi berbasis platform online. Pada buku kedua ini, pembahasan diarahkan untuk melihat aktor negara dalam menjalankan diplomasi pola baru, di satu pihak dan di pihak lain membahas aktor non-negara dalam migrasi aktor warga dari platform offline (on-site) to platform online. Nano power diplomacy, sebagaimana dijelaskan dalam buku 1, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut aktivitas aktor internasional non-negara dalam melakukan kegiatan diplomasi. Konsep nano power diplomacy diambil dari pengalaman penulis buku ini di berbagai negara, seperti di Rusia, Jepang, India, Bulgaria dan Rumania. Buku ini ditulis guna menambah khasanah referensi maupun konsep baru dalam studi hubungan internasional. Buku ini adalah pengembangan dari teori multi jalur dalam diplomasi, atau Multitrack diplomacy, track 4 Private Sector. Yakni jalur diplomasi pada The Second Track, yang membahas peran warga negara dalam ikut serta mengatasi konflik dan mendorong perdamaian dunia, baik melalui Kerjasama dengan negara maupun bekerja secara mandiri. Aktor private tersebut dalam pratiknya juga dilakukan oleh individu yang bekerja sama dengan organisasi non pemerintah lainnya. Seperti aktor non-negara yang berskala besar seperti organisasi ekonomi swasta dan komersial, organisasi sosial dan organisasi budaya. Kata “nano” diambil dari terminology bahasa Yunani yang berarti "kurcaci," manusia kerdil. Dalam sains, kata “nano” digunakan untuk menyebut rekayasa teknologi mutakhir pada atom berarti sepermilyar (1/1000000000 atau 10-9 atau 0.000000001). Kata nano sering digunakan untuk menyebut pengetahuan mutakhir, seperti "nano-sains," atau sebutan nanoteknologi. Jadi, nano adalah jenis atom mikro yang sangat kecil tetapi fungsinya mempunyai kemampuan yang sama dengan atom jenis atom makro. Jadi, istilah nano power diplomacy adalah jenis diplomasi yang dilakukan oleh unsur terkecil dari negara yaitu individu. Jadi, diplomasi nano adalah aktivitas individu sebagai unit yang terkecil dalam hubungan internasional, dalam melakukan hubungan antar persona dengan individu lain. Karena sifatnya berskala kecil Nano power diplomacy juga dapat disebut sebagai diplomasi kurcaci. Kontak antar persona dalam hubungan internasional memperlihatkan hubungan individu dengan individu, dan hubungan individu dengan kelompok kecil atau publik terbatas. Dalam kaitan itu, diplomasi kurcaci mungkin saja tidak secara langsung melakukan tawar menawar politik dan ekonomi, proses negosiasi yang rumit, namun dasar utama relasi warga tersebut didasarkan atas basis kekeluargaan. Diplomasi nano atau diplomasi kurcaci memang noktah kecil-kecil, unit aktor individu, yang mungkin saja tidak membawa seperangkat real-power seperti pasukan, senjata, modal dan investasi. Namun kegiatan warga tersebut menjadi sangat penting, ketika penduduk dunia yang berbeda ras, latar belakang budaya saling bertemu dan bersilaturahim. Mereka bertemu dan saling mengenal satu dengan yang lain, sehingga terjadilah cultural connectivity, sehingga diharapkan terjadi sharing of symbol dan sharing of experience. Pertemuan warga secara person to person contact dapat terjadi karena pada dasarnya secara takdirnya, manusia punya rasa kasih sayang dan belas kasih. Dengan kata lain, pertemuan dan aktivitas warga dunia dunia tersebut berlandaskan hubungan sosial-budaya. Relasi warga yang bersifat antar budaya tersebut, mungkin saja tidak bisa menghentikan peperangan dan konflik antar negara. Namun mereka dalam pertemuan aktivitas tersebut secara tidak langsung mengatasi berbagai perbedaan dan hambatan komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang budaya. Dari situlah kita paham bahwa tujuan utama dari diplomasi nano adalah membangun persaudaraan dunia berdasarkan penghormatan terhadap perbedaan ras, etnik, adat istiadat, bahasa, tingkat sosial-ekonomi, warna kulit dan perbedaan kepercayaan serta perbedaan agama. Singkat kata, buku Nano Power Diplomacy yang tengah anda baca ini adalah sebuah aktivitas warga negara yang tidak berbicara high politics, tetapi lebih merupakan aktivitas social-budaya. Baik aktivitas platform offline maupun menggunakan platform on-line. Sehingga problematika buku ini berangkat dari pertanyaan : “siapa dan bagaimana warga dunia mampu menjadi aktor diplomasi, sebagai upaya langsung atau tidak langsung membangun citra positif bangsa Indonesia di mata warga asing. Buku ini banyak menggali pengalaman individu dan aktivitas warga dalam upaya menjalankan aktivitas mandiri ataupun berproses dalam diplomasi. Kedua buku kedua ini juga semakin menarik tatkala aktivitas warga dan diplomasi dihubungkan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi online. Sebagai eksplorasi elemen terkecil dari pelaku atau aktor diplomasi, buku ini akan banyak memperbincangkan media sosial sebagai media diplomasi baru. Media social menjadi sarana paling popular dan tampak semakin kuat dalam berkontribusi pada hubungan internasional dan peradaban manusia. Media sosial telah memfasilitasi keterlibatan antar aktor non-negara dan aktor negara melalui platform online. Platform online merupakan bentuk baru pola komunikasi internasional dan domestik. Oleh sebab itu, setiap aktor internasional perlu meningkatkan kapasitas dan infrastruktur termasuk SDM untuk menjalankan pola komunikasi baru tersebut. Tujuannya agar diplomasi terus berjalan serta stabilitas dan keamanan yang dibutuhkan dalam menjaga ritme diplomasi dapat dicapai. Ini berarti bahwa diplomasi tatap muka secara offline dintinggalkan dan berpindah untuk penyesuaian pada diplomasi bersifat online. Secara radikal tata cara dan pola diplomasi tradisional, seperti aturan protokoler yang telah digunakan selama berabad-abad itu tiba-tiba berubah dengan pola dan platform baru. Buku ini memang belum mengukur secara kuantitatif efektivitas diplomasi nano dalam memberi kontribusi kepada Negara sebagai upaya mencapai kepentingan nasionalnya di luar negeri. Tetapi secara kualitatif, diplomasi nano menunjukkan aktivitas prospektif dalam mendiskripkan gerakan dan aktivitas warga, warga bersama negara dalam proses diplomasi yang penting. Apalagi semakin kuatnya SDM terutama kaum Netizen yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan kontak sosial-budaya antar bangsa melalui platform online. Pengalaman menunjukkan bahwa, kontak antar warga dunia semakin ramai dan kompleks, terutama melalui media online, seperti media sosial Youtube, Facebook, Tik Tok, Tweeter dan Instagram. Kita tidak dapat menutup mata bahwa kontribusi teknologi komunikasi dan teknologi transportasi, telah mengubah tata dunia lama menjadi tata dunia baru yang disebut the global village (desa global).
Author : Andrik Purwasito
Publisher : UNS Press
Harga :
ISBN : 978-602-397-714-7
Bulan / Tahun Terbit : November / 2022
Jumlah Halaman : 83 halaman
Panjang x Lebar Buku : 16 x 25 cm
Kertas : HVS 70 gsm
Sinopsis :
Buku ini merupakan luaran hasil penelitian tahun 2022 berjudul Nano Power Diplomacy: Migrasi Diplomasi Platform offline to Platform online. Buku tersebut merupakan kelanjutan dari seri pertama, berjudul Nano Power Diplomacy: The Study about NonState Actors. Latar belakang kedua buku tersebut hadir di tengah-tengah anda antara lain didorong oleh adanya pandemi covid-19 yang mendunia, yang secara radikal mampu mengubah pola komunikasi dan hubungan internasional di seluruh dunia. Bidang yang langsung terkena dampak pandemic adalah pola hubungan dan proses diplomasi dunia. Artinya, pandemi Covid-19 telah memaksa aktor hubungan internasional mengubah orientasi dan pola komunikasi serta relasinya dari on site to on line. Hal tersebut disebabkan oleh solusi dan kebijakan jarak social wajib dipatuhi. Pada saat itulah, aktor diplomasi beralih menggunakan internet dan teknologi berbasis platform online. Pada buku kedua ini, pembahasan diarahkan untuk melihat aktor negara dalam menjalankan diplomasi pola baru, di satu pihak dan di pihak lain membahas aktor non-negara dalam migrasi aktor warga dari platform offline (on-site) to platform online. Nano power diplomacy, sebagaimana dijelaskan dalam buku 1, adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut aktivitas aktor internasional non-negara dalam melakukan kegiatan diplomasi. Konsep nano power diplomacy diambil dari pengalaman penulis buku ini di berbagai negara, seperti di Rusia, Jepang, India, Bulgaria dan Rumania. Buku ini ditulis guna menambah khasanah referensi maupun konsep baru dalam studi hubungan internasional. Buku ini adalah pengembangan dari teori multi jalur dalam diplomasi, atau Multitrack diplomacy, track 4 Private Sector. Yakni jalur diplomasi pada The Second Track, yang membahas peran warga negara dalam ikut serta mengatasi konflik dan mendorong perdamaian dunia, baik melalui Kerjasama dengan negara maupun bekerja secara mandiri. Aktor private tersebut dalam pratiknya juga dilakukan oleh individu yang bekerja sama dengan organisasi non pemerintah lainnya. Seperti aktor non-negara yang berskala besar seperti organisasi ekonomi swasta dan komersial, organisasi sosial dan organisasi budaya. Kata “nano” diambil dari terminology bahasa Yunani yang berarti "kurcaci," manusia kerdil. Dalam sains, kata “nano” digunakan untuk menyebut rekayasa teknologi mutakhir pada atom berarti sepermilyar (1/1000000000 atau 10-9 atau 0.000000001). Kata nano sering digunakan untuk menyebut pengetahuan mutakhir, seperti "nano-sains," atau sebutan nanoteknologi. Jadi, nano adalah jenis atom mikro yang sangat kecil tetapi fungsinya mempunyai kemampuan yang sama dengan atom jenis atom makro. Jadi, istilah nano power diplomacy adalah jenis diplomasi yang dilakukan oleh unsur terkecil dari negara yaitu individu. Jadi, diplomasi nano adalah aktivitas individu sebagai unit yang terkecil dalam hubungan internasional, dalam melakukan hubungan antar persona dengan individu lain. Karena sifatnya berskala kecil Nano power diplomacy juga dapat disebut sebagai diplomasi kurcaci. Kontak antar persona dalam hubungan internasional memperlihatkan hubungan individu dengan individu, dan hubungan individu dengan kelompok kecil atau publik terbatas. Dalam kaitan itu, diplomasi kurcaci mungkin saja tidak secara langsung melakukan tawar menawar politik dan ekonomi, proses negosiasi yang rumit, namun dasar utama relasi warga tersebut didasarkan atas basis kekeluargaan. Diplomasi nano atau diplomasi kurcaci memang noktah kecil-kecil, unit aktor individu, yang mungkin saja tidak membawa seperangkat real-power seperti pasukan, senjata, modal dan investasi. Namun kegiatan warga tersebut menjadi sangat penting, ketika penduduk dunia yang berbeda ras, latar belakang budaya saling bertemu dan bersilaturahim. Mereka bertemu dan saling mengenal satu dengan yang lain, sehingga terjadilah cultural connectivity, sehingga diharapkan terjadi sharing of symbol dan sharing of experience. Pertemuan warga secara person to person contact dapat terjadi karena pada dasarnya secara takdirnya, manusia punya rasa kasih sayang dan belas kasih. Dengan kata lain, pertemuan dan aktivitas warga dunia dunia tersebut berlandaskan hubungan sosial-budaya. Relasi warga yang bersifat antar budaya tersebut, mungkin saja tidak bisa menghentikan peperangan dan konflik antar negara. Namun mereka dalam pertemuan aktivitas tersebut secara tidak langsung mengatasi berbagai perbedaan dan hambatan komunikasi yang disebabkan oleh perbedaan latar belakang budaya. Dari situlah kita paham bahwa tujuan utama dari diplomasi nano adalah membangun persaudaraan dunia berdasarkan penghormatan terhadap perbedaan ras, etnik, adat istiadat, bahasa, tingkat sosial-ekonomi, warna kulit dan perbedaan kepercayaan serta perbedaan agama. Singkat kata, buku Nano Power Diplomacy yang tengah anda baca ini adalah sebuah aktivitas warga negara yang tidak berbicara high politics, tetapi lebih merupakan aktivitas social-budaya. Baik aktivitas platform offline maupun menggunakan platform on-line. Sehingga problematika buku ini berangkat dari pertanyaan : “siapa dan bagaimana warga dunia mampu menjadi aktor diplomasi, sebagai upaya langsung atau tidak langsung membangun citra positif bangsa Indonesia di mata warga asing. Buku ini banyak menggali pengalaman individu dan aktivitas warga dalam upaya menjalankan aktivitas mandiri ataupun berproses dalam diplomasi. Kedua buku kedua ini juga semakin menarik tatkala aktivitas warga dan diplomasi dihubungkan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi online. Sebagai eksplorasi elemen terkecil dari pelaku atau aktor diplomasi, buku ini akan banyak memperbincangkan media sosial sebagai media diplomasi baru. Media social menjadi sarana paling popular dan tampak semakin kuat dalam berkontribusi pada hubungan internasional dan peradaban manusia. Media sosial telah memfasilitasi keterlibatan antar aktor non-negara dan aktor negara melalui platform online. Platform online merupakan bentuk baru pola komunikasi internasional dan domestik. Oleh sebab itu, setiap aktor internasional perlu meningkatkan kapasitas dan infrastruktur termasuk SDM untuk menjalankan pola komunikasi baru tersebut. Tujuannya agar diplomasi terus berjalan serta stabilitas dan keamanan yang dibutuhkan dalam menjaga ritme diplomasi dapat dicapai. Ini berarti bahwa diplomasi tatap muka secara offline dintinggalkan dan berpindah untuk penyesuaian pada diplomasi bersifat online. Secara radikal tata cara dan pola diplomasi tradisional, seperti aturan protokoler yang telah digunakan selama berabad-abad itu tiba-tiba berubah dengan pola dan platform baru. Buku ini memang belum mengukur secara kuantitatif efektivitas diplomasi nano dalam memberi kontribusi kepada Negara sebagai upaya mencapai kepentingan nasionalnya di luar negeri. Tetapi secara kualitatif, diplomasi nano menunjukkan aktivitas prospektif dalam mendiskripkan gerakan dan aktivitas warga, warga bersama negara dalam proses diplomasi yang penting. Apalagi semakin kuatnya SDM terutama kaum Netizen yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk melakukan kontak sosial-budaya antar bangsa melalui platform online. Pengalaman menunjukkan bahwa, kontak antar warga dunia semakin ramai dan kompleks, terutama melalui media online, seperti media sosial Youtube, Facebook, Tik Tok, Tweeter dan Instagram. Kita tidak dapat menutup mata bahwa kontribusi teknologi komunikasi dan teknologi transportasi, telah mengubah tata dunia lama menjadi tata dunia baru yang disebut the global village (desa global).