“Wisik” Bisikan dari Lereng Gunung Lawu (Katalog Penciptaan Karya Film Dokudrama Ritus Dhukutan)

Gambar Produk Gambar Produk 2
Preorder

Judul Buku : “Wisik” Bisikan dari Lereng Gunung Lawu (Katalog Penciptaan Karya Film Dokudrama Ritus Dhukutan) (Preorder)
Author : Deny Tri Ardianto, Asep Yudha Wirajaya, & Dedy Eka Timbul Prayoga
Publisher : UNS Press
Harga : Rp 50.000
EISBN : 978-602-397-768-0
Bulan / Tahun Terbit : Oktober / 2022
Jumlah Halaman Buku: 62 Halaman
Panjang x Lebar Buku : 25,0 x 17,6cm
Kertas : HVS 70gsm

Sinopsis :
Buku ini memang bukan buku sejarah Lawu secara mutlak. Akan tetapi, hanya merupakan sisi lain dari tema, fenomena, dan formulasi Lawu, menurut kaca mata atau perspektif “lepas” dari seorang “pelancong atau petualang seni dan intelektual. Namun, mengingat minimnya eksplorasi seni tradisi tentang Lawu itu sendiri, maka kehadiran buku katalog ini tidak bisa dianggap remeh. Ia bukan sekedar berisi tentang foto atau gambar yang seakan tidak bermakna, melainkan ia bagaikan secercah embun yang sangat membantu melepas dahaga “kekeringan informasi” tentang Lawu, khususnya Ritus Dhukutan. Apalagi dengan cara pendekatan dan penyajian yang lebih didominasi dengan gaya seni visual – artistik – spiritualis, seakan benar-benar mampu mengajak kita untuk menyinggahi kembali Lawu pada masa lalu – masa kini – dan masa yang akan dating. Karya ini berangkat dari keprihatinan akan nasib yang dialami oleh Dataran Tinggi Lawu saat ini. Padahal, Lawu dulu dikenal sebagai tempat penggemblengan jiwa manusia untuk dapat mencapai maqam kesempurnaan. Kini, lawu semakin tergerus oleh kapitalisme yang membawanya pada pergeseran nilai-nilai komersialitas yang seakan tanpa batas. Bahkan, lingkungan Lawu yang dingin – sunyi – tenang, kini menjadi hiruk pikuk dengan banyaknya tempat-tempat hiburan dan wisata yang menawarkan kesenangan dan kegemerlapan dunia. Oleh karena itu, kehadiran buku katalog ini bukan hanya sebagai eksplorasi seni dan intelektualitas tentang Lawu atau Ritus Dhukutan an sich, melainkan lebih sebagai auto kritik terhadap seluruh stakeholder yang terkait, terutama tentang blueprint pengembangan Lawu. Semestinya, Lawu tetap diupayakan untuk dipertahankan sebagai destinasi wisata alam, wisata sejarah, dan sekaligus wisata spiritual yang mampu lebih mendewasakan manusia dan lebih arif terhadap lingkungan. Dengan demikian, pembaca akan diajak berkelana ke negeri “perenungan” yang lebih mendalam tentang hakikat hidup dan kehidupan.