Kali Kemit sebagai Garis Demarkasi Indonesia-Belanda (1947-1948)

Gambar Produk Gambar Produk
Judul Buku : Kali Kemit sebagai Garis Demarkasi Indonesia-Belanda (1947-1948) .
Author : Apriliyan Tri Hastuti, Akhmad Arif Musadad, & Nur Fatah Abidin.
Publisher : UNS Press.
Harga : Rp 0.
ISBN : 978-602-397-712-3.
Bulan / Tahun Terbit : Oktober / 2022.
Jumlah Halaman : 88 halaman.
Panjang x Lebar Buku : 16 x 25 cm.
Kertas : HVS 70 gsm.

Sinopsis :
Buku ini menjelaskan sejarah perjuangan rakyat Kebumen pada masa mempertahankan kemerdekaan (1945-1945). Pada tanggal 29 September 1945, pemerintah Belanda (NICA) mendarat di Jakarta bersama dengan masuknya tentara sekutu ke Republik Indonesia. Kedatangan pemerintahan Belanda (NICA) bertujuan untuk mempelajari keadaan dan mempengaruhi rakyat sekaligus menyusupkan tentara-tentaranya ke daerah-daerah yang dianggap penting. Aksi militer dilakukan pihak Belanda dalam menyerang Republik Indonesia dengan melancarkan serangan langsung atau yang disebut dengan Agresi Militer Belanda I Tahun 1947. Penyerangan yang dilakukan oleh pihak Belanda pada Agresi Militer Belanda I menyebabkan adanya pergolakan kedaerahan di Kebumen untuk melawan pemerintah Belanda. Pergolakan kedaerahan mulai terjadi ketika pihak Belanda secara terang-terangan melanggar persetujuan Linggarjati dengan melancarkan ekspansinya hingga ke Gombong. Belanda menetap dan menduduki Gombong dalam waktu yang cukup lama dengan pusat pertahanan di Benteng Van der Wijck. Penguasaan Belanda atas Gombong menyebabkan Belanda bertindak kejam dan sewenang-wenang. Batas pendudukan Belanda di sebelah timur adalah Kali Kemit yang berada di Desa Grenggeng, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Kebumen. Tentara Republik Indonesia mengamankan wilayah di sebelah timur Kali Kemit sebab penguasaan Belanda hanya sampai di sebelah barat Kali Kemit. Meskipun demikian, Belanda terus berusaha untuk memasuki daerah di sekitar Pasar Kemit yang berada di sebelah timur Kali Kemit. Pengesahan Perundingan Renville menyebabkan Belanda memundurkan garis pertahanan hingga di sebelah barat Jembatan Kemit. Terdapat beberapa alasan dipilihnya Kali Kemit menjadi garis batas atau garis demarkasi antara Republik Indonesia dengan Belanda, yaitu sungai dapat dilukiskan dengan jelas pada peta dan lebar yang terstruktur dan homogen jika dibandingkan gunung atau pegunungan, perbatasan alami yang memungkinkan hanya sungai sebab keberadaan Kali Kemit membentang dari selatan yaitu Laut Selatan hingga ke utara. Selain itu, wilayah terluar kekuasaan Belanda di Kebumen adalah Gombong ke timur hingga Desa Grenggeng sehingga ketika terdapat perintah gencatan senjata sudah dapat dipastikan bahwa Kali Kemit yang dijadikan batas wilayah terluar Belanda maupun Republik Indonesia. Penetapan Kali Kemit menjadi garis demarkasi atau garis batas antara Republik Indonesia dengan Belanda membawa dampak bagi kedua belah pihak. Dampak yang disebabkan karena hasil Perundingan Renville adalah pembagian wilayah di Kebumen menjadi dua bagian dengan Kali Kemit menjadi garis batas. Wilayah di sebelah barat Kali Kemit merupakan wilayah pendudukan Belanda dan wilayah di sebelah timur Kali Kemit merupakan wilayah kependudukan Republik Indonesia. Dampak selanjutnya adalah pemindahan tentara yang berada di daerah kantong menuju ke daerah Republik Indonesia. Kali Kemit menjadi pintu masuk perpindahan Tentara Hijrah dari Jawa Barat menuju Yogyakarta. Penetapan Kali Kemit sebagai batas terluar wilayah Republik Indonesia menyebabkan daerah di sekitar Kali Kemit menjadi sasaran awal penyerangan Belanda ketika akan melanjutkan perjalanan menuju ke Yogyakarta pada Desember 1948.